Rabu, Januari 14, 2009

MEMPRODUKSI BERAS ORGANIK

KINI yang lagi ngetren dalam produk pertanian adalah yg berbau back to nature. Jadi banyak istilah muncul, misalnya: sayur organik, beras organik, buah organik, dll.
Pertanian masa depan diupayakan melalui sistim budidaya yang ramah lingkungan, antara lain mengembangkan sistim pertanian alternative yg aplikasinya dilakukan secara bijaksana, misalnya penerapan SRI. Hal ini sejalan semakin gencarnya respon masyarakat terhadap animo produk yang berwawasan lingkungan.
Fakta lain mengatakan, bahwa umumnya tanah yang kita punya sudah jenuh dengan pemakaian pupuk kimia, sehingga tanah menjadi marginal. Artinya keras (kalau kering), mirkobiologi tanah sudah sedikit, dan daya sumbang terhadap produktivitas semakin menurun.
Hal lainnya, keberadaan pupuk kimia, terkadang menghilang di pasaran dan harganya pun tak terjangkau petani. Maka penggunaan pupuk organik, mulai dilirik para petani.
Menghasilkan produk organik perlu dipopularkan kepada masyarakat kita. Kenapa, karena ada dugaan memerlukan cost (biaya) yang tinggi. Oleh karena itu mari kita cermati percobaan seorang petani Sedau yang dipandu penulis beberapa waktu lalu. Pak tani ini bernama Akhong (Dji Lit Khong), tinggal di Lirang Kelurahan Sedau, singkawang Selatan.
Bersama Penulis, ia bersedia dan telah lakukan kaji terap tentang pengaruh pupuk organik pada lahannya seluas 0,32 ha. Petak seluas ini dibagi menjadi dua petak, yang masing-masing petak menjadi 0,16 ha (1.600 M²).
Kedua petak ini ditanam dengan padi varietas Diah Suci. Lahan yg dimilikinya berjenis aluvial (endapan).Tingkat kesuburannya sedang. Menurut uji-kandungan hara tanah laboratorium Universitas Tanjungpura ( 2006), bahwa tanah itu kandungan Nitrogennya setara pupuk urea 29,2 kg/ha, Pospornya setara TSP 44,4 kg/ha dan kandungan kalium setara Kcl 10,3 kg/ha.
Perlakuan petak pertama (1.600 M²) dengan pupuk organik (TA) dengan bahan dasar limbah kotoran ayam-petelur sebanyak 300 kg, yg diberikan saat pengolahan tanah. Selanjutnya sebagai pupuk susulan sebanyak 50 Kg (TA). Ini diberikan setelah merumput kedua atau 30 HST (Hari Setelah Tanam).
Dengan Pupuk kandang ini diharapkan mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah, sehingga memungkinkan mikro biologi tanah menjadi baik, karena kaya akan jasad renik dan berbagai bakteri.
Total biaya yang dikeluarkan untuk petak pertama sejumlah Rp. 255.000,- plus biaya atau upah tenaga kerja Rp. 543.500,- sehingga jumlah totalnya menjadi Rp. 798.500,-
Sedangkan pada petak kedua (II), perlakuan menggunakan pupuk kimia (an-organik) dan pestisida racun rumput. Total biaya yang dikeluarkan guna membeli sarana produksi sejumlah Rp. 218.000,- dan biaya atau ongkos tenaga kerja dihitung Rp. 573.500,- sehingga total biaya menjadi Rp. 791.500,-
Jika kita bandingkan kedua (petak 1 dan 2), maka ada selisih biaya Rp. 7.000,-. Dan ternyata perlakuan sistim pertanian organik biayanya lebih tinggi. Namun saat panen dari masing-masing luas 1.600 M² (0,16 Ha) didapat data sbb:
-
perlakuan pupuk kimia menghasilakan 1.243 Kg GKP.
- Perlakuan dgn upuk organik menghasilkan 1.323 Kg GKP.
Selisih antara kedua perlakuan adalah 80 kg GKP, lebih tinggi yang menggunakan pupuk organik. Kesimpulannya dgn menggunakan pupuk Organik bisa meningkatkan produksi pada saat itu 6 %.
Jika harga gabah kering panen setempat Rp. 2.500,- maka pendapatan bersih petani meningkat sebanyak Rp. 200.000 setiap luasan 0,16 ha. Lumayan bukan?
“Lho, iya. Mungkin pengalaman pertama, itungannya tak seberapa,” kata Dji Lit Khong, ”Tapi pengalaman ini bakal ada peningkatan saat tanam berikutnya. Karena bahan organik akan terus berpengaruh dalam penyembuhan terhadap media tanah kita.”
Dengan budidaya organik tersebut, maka akhirnya akan menghasilkan produk organik. Pada padi tentulah menghasilkan beras organik. Sebutan ’beras organik’ sangat enak terdengar. Selain enak juga sehat. Lalu mampukah petani kita memeloporinya? Kenapa tidak, banyak konsumen yg sudah sadar akan kesehatan jika mengkonsumsi makanan organik, tinggal bagaimana promosi kita dan suply yang berkesinambungan.
Terbukti, penggunaan pupuk organik tak kalah dengan pupuk an-organik, karena manfaat pupuk organik juga akan menciptakan kondisi kegemburan dalam tanah yang baik dan ideal bagi pertumbuhan tanaman, juga dapat memperbaiki struktur tanah dan mampu menahan air sebagai penyangga kation-kation tanah.***

Rabu, Januari 07, 2009

JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN GAMBUT

BERTANAM Jagung biasanya di tegalan atau ladang subur, apalagi bagi jagung Hibrida. Ide ini muncul dari Ruslan sendiri, dimana lahan seluas 3 Hektar semula direncanakan kelompok untuk tanam Hijauan Makanan Ternak (HMT). Tetapi bibit Kinggrass (Rumput Gajah) belum tersedia, sedangkan lahan sudah siap tanam. Dengan pertimbangan keberadaan Kinggrass dari Proyek belum ada kepastian, maka hasil diskusi kelompok-tani ”Tani Mukti” memutuskan: ”Daripada lahan kosong ditumbuhi rumput, lebih baik ditanam Jagung saja.”.
Uji-coba bertanam jagung di lahan Gambut Desa Sungai Bulan ini, didukung oleh berbagai pihak, hal mana semakin semangat melaksanakannya. Juga atas permintaannya, penulis pun mendesain, bahwa lahan yang ada perlu bebas dari genangan air.
Selain itu dibuat petak-petak berukuran 20 X 10 meter. Dengan maksud petakan tersebut dipisahkan dengan parit drainase yang tak dalam, sehingga pirit (Racun besi) juga tak naik dan bermasalah pada jagung. Sedangkan parit besar sebagai pengendali banjir juga dibenahi, rumputnya dibersihkan, sehingga air hujan dipastikan tak bakal menggenang.
Tunggul dan sisa kayu serta rumput kering dibakar secara bijaksana dengan maksud memamfaatkan abu sebanyak-banyaknya guna kelangsungan pertumbuhan tanaman pokok. Abu ini sebagaimana diketahui mengandung 13 unsur essensial bagi tanaman. Selain itu dilakukan penambahan pupuk WSP-36 sebanyak 50 Kg/hektar sebagai pupuk dasar dengan cara ditebar merata.
Penanaman bibit jagung Hibrida dilakukan sehari kemudian dengan cara ditugal dan jarak tanam 80 cm x 30 cm dengan satu biji perlubang. Sedangkan penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam sambil pemupukan masing-masing Kcl 50 Kg dan Urea 75 Kg perhektar. Pemupukan dilakukan dengan cara membuat larikan/ garis tanah sedalam 5 – 8 cm dari pangkal tanaman. Selanjutnya pemupukan diulang dengan dosis yang sama pada umur 42 HST, sedangkan urea terhir diberikan pada saat tanaman berumur dan 42 HST dengan dosis yang sama.
Pemeliharaan tanaman dan pengendalian hama dilakukan sebagaimana bertanam jagung di lahan konvensional. Hama utama di lahan baru dibuka seperti ini adalah kera, tupai dan tikus dan menyerang tongkol jagung. Guna memantau dan mengusir hewan kera, di tengah ladang jagung dibuat pondok setinggi 5 meter. Selain itu dibuat rangkaian kaleng yang ditarik dan bergoyang sekaligus mengeluarkan suara. Dengan cara ini meminimalkan serangan kera, tupai dan tikus. Sedangkan hama lain, misalnya ulat dll tidak berarti, sehingga penggunaan pestisida sangat sedikit digunanakannya.
Pada persiapan panen, yakni 10 – 12 hari sebelum petik tongkol, dilakukan pemotongan tajuk bunga/manggar. Agar pengeringan berjalan maksimal, tiga hari sebelum pemetikan dilakukan pengelupasan kelobot. Karena jagung pipilan di singkawang dijual bagi suply peternak ayam ras, sehingga kekeringan dan kwalitas sangat diperhatikan.
Panen perhektar yang tercapai oleh pak Ruslan 3,6 ton JPK dengan kadar air 17 %, sedangkan harga jual pada pengumpul mencapai Rp. 1.900/kg, sehingga total pendapatan perhektar Rp.6.840.000,-. Jika modal perhektar dikeluarkan Ruslan dkk Rp.4.550.000,-, maka dalam satu hektar masih ada keuntungan Rp. 2.335.000,-
Menurut Ruslan keuntungan seluas tiga hektar akan dimusyawarahkan penggunaanya bagi kelompok-taninya. Namun lebih membanggakan bagi kelompoknya, karena panen jagung secara simbolis dilakukan oleh Walikota Singkawang. ”Merupakan prestasi tersendiri,” katanya.*

MEMBUAT KUNYIT-SIRIH INSTANS

Kunyit dan sirih merupakan tanaman yg tak sulit didapat dan mudah membudidayakannya. Dapat ditanam langsung di bedengan maupun di polybag. Perawatannya tidaklah sulit. Di setiap halaman/pekarangan rumah tanaman ini selalu ada, karena dpt digunakan sebagai rempah-rempah/bumbu, juga sebagai obat-obatan stok rumah tangga.
Rimpang kunyit yg cukup tua dan daun sirih yg segar bila dipadukan dan diramu dpt berhasiat menjaga kesehatan , terutama bagi kaum ibu, selain utk kesehatan ramuan ini juga bila diminum secara rutin dpt menjaga keharmonisan rumah-tangga.
Olahan Kunyit sirih instans yg akan dijelaskan berikut ini, merupakan pengayaan teknologi pengolahan hasil jenis tanaman rimpang. Bisa untuk mendorong potensi industri rumah tangga sekaligus perdagangan masyarakat pedesaan.
Pembuatan kunyit sirih instans ini sudah dikembangan oleh ibu-ibu wanita-tani Kelurahan Pajintan di Singkawang Timur dan sudah menjadi kegiatan home-industri.
Kegiatan home industri ini merupakan suatu cara tunda jual, karena pada saat panen biasanya kunyit berharga rendah. Selain itu salah satu upaya memberikan nilai tambah bagi produksi usaha-tani, upaya diversifikasi usaha dan menambah pendapatan keluarga.
Khasiat kunyit sirih instans sebagai obat keputihan, melancarkan haid, membina kehangatan rumah tangga, mengobati bau-badan, mengobati batuk dan radang tenggorokan.
A. PROSES PEMBUATAN.
1. Pemilihan bahan.
· Rimpang kunyit yg dipakai/dipilih adalah rimpang yg sudah cukup tua dan masih segar.
· Daun sirih diambil yg tidak terlalu tua/muda bila digunakan utk bersirih rasanya renyah.
2. Alat dan Bahan.
a. Alat:
· Kuali/wajan.
· Parutan / blender.
· Sortel/pengaduk kayu/stainless.
· Kain penyaring yg bersih.
· Baskom aluminium/stainless.
· Nyiru dan kertas Koran.
· Ayakan stainless atau plastic.
· Kompor / tungku.
· Packing / label.
b. Bahan.
· Kunyit sebanyak 1 (satu) kg.
· Daun Sirih sebanyak 200 gram.
· Gula pasir 1,5 Kg.
3. Cara Pembuatan.
· Rimpang kunyit dan daun sirih dicuci bersih.
· Kunyit diparut atau diblender, lalu diperas dan diambil airnya.
· Daun sirih ditumbuk halus, kemudian diperas dan diambil airnya seperti kunyit.
· Air perasan kunyit dan sirih dimasukan ke dalam wajan (kuali) ditambahkan gula pasir.
· Panaskan / dimasak diatas bara api (kompor/tungku) dgn api yg stabil sambil terus diaduk-aduk selama 45 menit.
B. URUTAN KERJA:
· Bila adonan larutan kunyit/sirih dan gula pasir sudah mulai mengental pengadukan jangan mengendor, bahkan diteruskan agar jangan mengkristal.
· Lama-kelamaan adonan tersebut akan berubah menjadi tepung/mengkristal.
· Matikan api tersebut dan wajan/kuali diangkat, lalu tuangkan ke nyiru yg sudah dialas dengan kertas koran atau kertas putih, yg penting bersih.
· Setelah dianggap cukup dingin, maka kristal kunyit-sirih itu diayak, yang masih berbentuk butiran besar/menggumpal ditumbuk agar menjadi butiran halus.
· Setelah pengayakan selesai dan butiran dianggap homogen barulah dikemas dalam wadah
plastik dan diberi label sesuai kreatifitas kite.
· Setelah itu kunyit sirih instans siap dinikmati sebagai minuman kesehatan, bahkan siap
dipasarkan!
C. ANALISA USAHA.
- Kunyit 1 kg a Rp. 6.000,- Rp. 6.000,-
- Daun sirih 2 ons Rp. 2.000,-
- Gula pasir 1,5 kg Rp.10.500,-
- Minyak tanah /BBM 0,5 ltr Rp. 2.500,-
- Biaya pakezing/plasti, dll Rp.16.000,-
- Biaya Tenaga Kerja Rp. 4.500,-
Jumlah Rp 41.500,-
- Produksi Yg dicapai: 15 bungkus.
- Harga perbungkus Rp. 6.000,-
- Total Pendapatan Kotor Rp. 90.000,-
- Keuntungan 90.000 – 41.500 =Rp. 48.500.-
Dengan mengetahui khasiat dan cara pembuatan Kunyit sirih instans ini diharapkan bisa menambah wawasan tentang khasiat TOGA yang ada di pekarangan rumah kita.***

Sabtu, Januari 03, 2009

MENSIASATI AGAR SAPI SEHAT & GEMUK

Usaha ternak sapi punya prospek sangat baik. Harga daging sapi pun cukup stabil. Jadi tak salah bila masyarakat di Singkawang kini mulai gemar memelihara sapi potong.
Banyak jenis sapi untuk digemukan, namun kini masyarakat di Skw banyak pilih jenis Bali, sapi Madura, PO, tapi ada juga yg memilih Limosin, brangus atau brahman.
Masyarakat petani pemula di Skw, lebih cenderung pilih jenis sapi Bali. Karena jenis sapi ini tak cerewet. Rumput apa pun akan dilahapnya.. Juga sapi Bali ini cukup familiar di kalangan peternak Skw. Dalam pemeliharaan sapi, pakan (rumput) 10 % dari berat badan sapi harus tersedia bagi kecukupan satu hari.

Di beberapa tempat, di kota Singkawang, mudah dijumpai ampas tahu. Peternak dapat membuatnya sebagai pakan konsentrat. Hanya saja bau ‘langu’, yg keluar dari ampas kedelai itu tak mengundang selera, jadi harus dicampur dengan bahan lain. Dan pemberiannya pun pada tahap awal secara bertahap. Mungkin hari pertama sedikit dulu, hari kedua ditambah dan begitulah seterusnya. Sampai sapi itu terbiasa, terpaksa dan akhirnya harus berselera.

Aplikasi untuk berat sapi hidup 100 Kg.
Bahan: Ampas kedelai (tahu) 3-4 kg, dedak 0,5 kg, sagu 0,5 kg, ampas minyak kelapa (jaiku) 0,25 kg, ditambah 0,25 kg – 0,3,5 kg limbah kecap. Jadi jumlahnya 5 % dari berat badan sapi bali tersebut. Limbah kecap dapat dibeli di pabrik2 pembuatan kecap. Bahan ini sebagai penyedap agar selera makan sapi stabil, bahkan meningkat.
Caranya limbah kecap tersebut diencerkan, lalu diaduk dengan bahan-bahan tadi, sampai homogen, dan jika dikepal tangan tak terlalu berair. Hal ini harus memperhatikan selera sapi juga. Dari hari-kehari akan ditemukan tingkat kemacakan yg disukai sapi.
Makanan tambahan ini diberikan pada sore atau malam hari, mulai jam 18.00 WIB. Karena pada malam hari, hewan memamah-biak ini istirahat, jadi sangat baik pakan yang mengandung banyak karbohidrat ini masuk ke perutnya.
Didalam perut sapi makanan harus melalui beberapa tembolok, sebelum akhirnya keluar melalui anus. Nah, agar makanan tersebut effisiensi, sapi diberi tambahan ke dalam perutnya SOZO-4. Formula ini mengandung bakteri selektif yg berfungsi membantu proses pencernaan. Dgn kata lain lebih effektif menghancurkan makanan dalam perut sapi. Bakteri terpilih tersebut bekerja effisien, sehingga tinja sapi pun yg keluar anus dalam keadaan dingin. Kotoran ini segera bisa digunakan untuk tanaman. Memang sangat istimewa.
Cara pemberian Formula ini adalah: setiap berat badan (hidup) sapi 40 kg, (tentunya dikira-kira), diberi 1 (satu) tetes SOZO-4. Caranya: ambil botol kecil, isi dengan air 50 cc, lalu tambahkan 1 (satu) tetes SOZO-4, kemudian dikocok, lalu diminumkan setiap hari dengan waktu/jam yg sama. Lihat photo cara meminumkannya.
Teknik atau Cara meminumkan ke sapi adalah dengan memegang tali dekat mulutnya, kemudian diminumkan secara paksa hingga larutan itu masuk ke perutnya. Selesai. Biasanya setelah 3 hari aplikasi, anda akan melihat perubahan napsu makan pada sapi yg kita pelihara. Namun pada hari pertama akan ada effek pada sapi anda, yakni terjadi mencret2. Kotorannya cair, tapi itu tak jadi masalah. Hal ini terjadi reaksi bakteri dalam perut sapi.
Dengan pemberian makanan tambahan dan Sozo-4 ini, masa penggemukan yg pernah dicoba dari 40 kg berat sapi Bali, bisa mencapai 138 Kg sapi, selama 6 - 7 bulan pemeliharaan.
Kalau soal kalkulasi silahkan dihitung. Mungkin di tempat Anda bisa dimodifikasi, hal ini tergantung banyaknya limbah apa yang ada, yg jelas segala upaya perbaikan perlu dilakukan oleh setiap peternak.
Keterangan:
Bila Anda tertarik ttg Sozo-4, hub: 081 2571 7904.

Minggu, Desember 28, 2008

BERTANAM PARIA METHODE PAK ANDI

JAM TERBANG yang dijalani selama lima belas tahun dalam bertanam paria, kiranya cukup bagi pak Andi untuk mengenal tanaman ini, mulai dari budidaya sampai pemasarannya. Karena kepakarannya ini, akhirnya ia dijuluki sebagai ‘petani paria’ dari Singkawang-Utara. Baginya berbagai tanaman dan sayuran serta ternak diusahakan sebagai pengisi pundi-pundi pendapatan keluarganya. Namun julukan “Andi si petani paria” sudah menjadi brand-image bagi dirinya oleh berbagai kalangan.
Pak Andi bermukim di Semelagi Kecil, Singkawang Utara, Pemkot Singkawang, Kalbar. Buah parianya merambah pasaran, hingga ke berbagai daerah di Kalbar. Padahal luas tanamannya hanya terdiri 3 (tiga) petak, yang masing-masing berukuran 15 m X 40 meter. Yang menjadi keunggulan perianya adalah kontuinitas produksi dan suply ke pasaran. Menurutnya, agar tercapai hal itu, maka tiga petak itu dibuat bergilir. Artinya kalau petak pertama lagi produksi, maka disiapkan petak lainnya agar siap berproduksi untuk menyambung suply.
Pengaturannya dibuat sedemikian rupa, caranya kebun diatur berjauhan, minimal 500 meter, ini agar hama-penyakit tidak menjangkau petak lainnya. Karena petak yg sudah berproduksi perlu diistirahatkan atau ditanami dengan sayuran lainnya, misalnya mentimun, buncis atau lainnya.
Sistim budidaya yang dilakukan oleh Andi (45 tahun) adalah tanah seluas 600 M² dicangkul dan dibuat guludan (sebagaimana dalam photo). Setiap guludan bagian atas ditambahkan pupuk kandang asal ternak sapi, sebanyak 1 kg, ditambah NPK sebanyak 100 gram, yang diletakan pada calon tanaman peria dan dicampur merata.
Agar kelembabkan cukup guludan/galengan tersebut ditutup mulsa dari batang padi atau apa saja yang kiranya sesuai. Kenapa? Karena menurut Andi, tanaman ini senang dengan kelembaban tanah yang optimal. Dan kenapa Andi memilih pupuk kandang sapi, karena pupuk kandang jenis sapi ini sangat baik menyimpan air. Lalu, dibuatlah para-para untuk merambatkan tanaman paria dengan bahan yang sesuai dan ada di sekitar kita.
Teknik penanaman dimulai dengan pemilihan biji-biji peria yang dianggap baik sebagai bibit, disemai ditempat khusus, yakni di atas bedengan yang tak terlalu jauh dari kebun. Nah, bibit paria yang baik untuk pindah di kebun, menurut Andi, adalah setelah berkecambah atau tumbuh dan masih dalam kondisi bengkok atau menyerupai tanda tanya (?).
Dengan bibit seperti kondisi ini, menurut Andi, akan tumbuh seragam dan tak mungkin layu atau mati. Menurut Andi, kiat pindah tanam ini belum dikuasai petani lainnya. ”Makanya tanaman paria saya tumbuh seragam dan tak pernah saya melakukan penyulaman,” akunya bangga kepada kami. ”Ilmu ini saya buka hanya kepada pak Penyuluh saja.” katanya tersenyum penuh arti.
Pemeliharaan tanaman peria menurut Andi, terdiri: dari merambatkan tanaman ke para-para melalui perantara ajir pada setiap tanaman. Membuang tunas-tunas sebelum menjangkau para-para, pengendalian HP, pemupukan dengan cara disiramkam seminggu sekali dengan dosis larutan 1 %, sedangkan 3 hari sekali setelah panen dengan dosis 2 %. Tentang dosis pemupukan, menurut Andi, hanya pemilik kebun yang tahu dengan kapasitas renponsivness tanah/tanaman terhadap pemupukan. Namun cara pemupukan yang dilakukan Andi adalah pada setiap selesai pemetikan hasil, yakni dgn interval 3 (tiga) hari sekali. Ia melakukan pemupukkan dengan cara mencampur NPK (15-15-15) sebanyak 200 gram ke dalam 10 liter, lalu disiramkan di sekitar batang tanaman parianya.
Dari seluas lahan yang masing-masing 600 M² tersebut hanya dapat dibuat guludan 25 buah dengan panjang 15 meter. Dengan jarak tanam 60 cm x 60 cm, maka setiap guludan hanya maksimal terdiri dari 25 tanaman peria saja, atau setiap petak seluas 600 M² hanya terdiri dari 625 tanaman peria.
Dari hasil panen, sebanyak 16 kali pemetikan, Andi mencatat hasil 1.625 kg dengan harga jual di agen sayuran Rp. 3.500,-per/kg. Maka total pendapatan kotor Andi mencapai Rp. 5.687.500,- pada setiap petak seluas 600 M² tersebut. Dalam setahun Andi bisa bertanam sebanyak tiga kali tanam peria, sehingga pendapatan kotornya Rp. 17.035.500. Nah, berapa pendapatan bersih Andi dari perianya dalam satu periode tanam? Kalkulasi biaya usaha-tani peria versi pak Andi, dapat disimak sebagaimana tabel di bawah ini.
1. Bibit Peria (milik sendiri), banyaknya 1,5 Kg, senilai Rp. 60.000,-
2. Pupuk NPK , 30 Kg, senilai, 135.000,-
3. Insektisida, 1,5 liter, senilai Rp. 120.000,-
4. Sozo-1, 4 botol @ 10 cc, senilai Rp. 60.000,-
5. Pembuatan Guludan (Ngupah), 375 meter, senilai Rp. 750.000,-
6. Pembuatan para-para (Sendiri), 600 M2, senilai Rp. 200.000,-
7. Pembelian ajir 625 batang, senilai Rp. 31.250,-
8. Biaya tanam (Sendiri), 2 HOK, senilai Rp.40.000,-
9. Penyemprotan hama (Sendiri), 2 HOK, senilai Rp. 40.000,-
10. Biaya Panen (Sendiri), 15 HOK, senilai Rp. 300.000,-
11. Pupuk Kandang sebanyak 600 kg, senilai Rp. 120.000,-
12. Jumlah total biaya tersebut adalah Rp. 1.856.250,-
Menurut Andi, biaya produksi perdana dalam perhitungan agak besar, karena harus dikeluarkan biaya pembuatan galangan/guludan, pembuatan para-para serta pembelian ajir. Namun untuk selanjutnya, tidak. Karena guludan, para-para dan ajir bisa digunakan sampai 4 (empat) kali periode tanam. Menurut Andi, harga jual perianya paling rendah perkilo Rp. 3.500,- di ambil oleh agen di rumahnya. Sedangkan pengecer di pasar menjualnya dua kali-lipat. Tapi pada bulan puasa harga bisa mencapai Rp. 7.000, maka keuntungan bisa berlipat lagi, katanya.**

TANAM JAGUNG MANIS SISTIM GALANGAN

HAJI JUMADI dapat untung berlipat bertanam jagung manis dengan sistim galangan di lahan usaha taninya. Ia tanam jagung manis (sweet corn) varietas sweet-boy secara bertahap, sehingga dalam setahun jagung manisnya mencapai luasan 3 hektar.
Dengan ketekunannya, Haji Jumadi berhasil membeli dua buah kendaraan roda empat second. Menurut data di Singkawang, Haji Jumadi merupakan satu-satunya penanam jagung manis yang terluas. Kebunnya berada di Pasir Panjang, Sedau Skw Selatan, dalam lintasan jalan raya provinsi. Melalui cara tanam bertahap dari petak ke petak, akhirnya Jumadi bisa bertanam seluas 3 hektar jagung manis.
Bermula ketertarikan harga jagung manis di pasaran, maka atas saran BPP ia mencoba bertanam di guludan atau galangan bekas tanaman sayurannya। Sistim galangan yang dimaksud adalah tanaman jagung ditanam di galangan bekas tanaman buncis atau kacang panjang. Galangan ini dibuat karena lahan haji Jumadi sebetulnya merupakan tanah sawah. Besarnya galangan berkisar lebar 35-40 cm dengan tinggi disesuaikan, yang diperkirakan tak bakal digenangi air. Kemudian jarak antar galangan mencapai rata-rata 110 cm.
Nah, galangan yang dibuat ini ternyata bisa untuk delapan kali bertanam jagung dan sayuran secara berselang seling. Memang dalam pembuatan galangan 1 hektar sepanjang 4.400 meter saja dengan upah mencapai Rp. 3.520.000,- Tapi secara kalkulasi menjadi sangat murah, karena bisa delapan kali periode tanam cukup satu kali membuatnya.
Teknis spesifik yang diterapkan oleh Haji Jumadi dalam bertanam Jagung Manis varietas Sweet-boy ini adalah adanya penambahan Pupuk kandang ayam 37,5 karung @ 40 kg. Pupuk ayam ini diletakan sekitar calon benih jagung tiga hari sebelum tanam (H-3). Pengolahan lahan bertujuan mengaduk pupuk kandang + NPK yang letaknya diatas sepanjang galangan. Kemudian jarak tanam yang diterapkan dalam galangan adalah 25 x 25 cm dengan cukup satu biji saja. Sehingga dalam satu hektar diperlukan 18,75 Kg benih jagung. Namun jagung yang muncul rata-rata dua tongkol. Saat panen rata-rata satu kg berjumlah empat tongkol.
Haji Jumadi bisa memulai panen jagung manisnya 65 hari setelah tanam. Produksi keseluruhan perhektar mencapai 8.250 Kg jagung manis berupa tongkolan. Sedangkan harga jagung manis tongkolan diambil oleh pengumpul dikebun Rp 2.500,- perkilo, sehingga pendapatan kotor Haji Jumadi mencapai Rp. 20.625.000,-,- setiap hektarnya. Cukup menggiurkan !
Total perhitungan analisa usaha tani (AUT), luasan 3 hektar jagung manis milik Haji Jumadi berjumlah Rp. 42.967.500,- dengan rincian biaya persatu-hektar sbb:
a. Modal Kerja (Rp. 6.302.500 / hektar)
Benih jagung 18,75 Kg 2 Rp. 28.000,- = Rp. 525.000,-
Pupuk kandang (TA) 37,5 Karung @ Rp. 8.000,- = Rp. 300.000,-
Pupuk NPK 25 Kg @ Rp. 5.000,- = Rp. 125.000,-
Urea 125 Kg @ Rp. 1.700,- = Rp. 212.500,-
Insektisida 3 Liter a Rp. 50.000,- = Rp. 150.000,-
Pembuatan galangan 4.400 depa @ Rp. 800,- = Rp. 3.520.000,-
Menyemprot 25 org @ Rp. 15.000,- = Rp. 375.000,-
Merumput 20 org 2 Rp. 15.000,- = Rp. 300.000,-
Upah Tanam 14 org @ Rp. 15.000,- = Rp. 210.000,-
Memupuk 14 org @ Rp. 15.000,- = Rp. 210.000,-
Memanen 25 org @ Rp. 15.000,- = Rp. 375.000,-
b. Produksi satu hektar mencapai 8.250 Kg jagung tongkolan.
c. Harga perkilogram jagung tongkolan Rp. 2.500,-
d. Pendapatan Haji Jumadi Rp. 20.625.000,-
Nah, dengan kejelian merotasi tanaman, dan melihat pangsa pasar, tanaman jagung manis Haji Jumadi bisa menghasilkan income yang cukup lumayan. Dengan sistim galangan ini, Haji Jumadi menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda.
”Karena pengolahan tanah hanya sekali,” katanya, ”Setelah tanam sayuran sekali, kemudian ditanam jagung-manis berkali-kali. Saya suka tanam sweet-corn ini, karena mulai umur 65 hari sudah petik hasil dan menghasilkan uang.” katanya bangga.
”Sebagai contoh,” katanya melanjutkan, ”Kemarin saya panen jagung manis seluas 25 meter x 48 meter hasinya mencapai 1.460 Kg dengan harga jual perkilonya Rp. 3.000,-’kan lumayan, pak Yanto . . . !”
”Iya, tentu pak Haji. Apalagi pembeli ambil di kebun seperti ini!” kata kami.”Memang petani seperti pak Haji ini patut diacungi jempol, pantas diteladani petani lain yang belum berhasil. Memang kuncinya harus pandai memperkirakan pangsa pasar, agar jatuh pada saat jagung manis tak disuplay petani kebanyakan.”
”Lho iya, pak Yanto. Kalau semua petani ikut-ikutan tanam hanya satu jenis, tentulah waktu panen melimpah, pasti harga jatuh. Memang begitulah hukum ekonomi, pak Yanto, ya?”
”Iya. Jadi setiap pak Tani harus punya kalender atau jadwal komoditi ketika harga bagus. Jadi harus tahu harga cabe bagus bulan berapa. Harga Timun yg bagus bulan berapa, harga bengkoang yg bagus bulan berapa. Juga disarankan setiap petani jangan bertanam hanya satu jenis komoditi. Sebab dengan melakukan diversifikasi komoditas, akan mengurangi resiko gagal, bahkan kita tak pesimis dengan gejolak harga. Ya, banyaknya tanaman atau seringnya kita panen, maka kita akan sering senyum, karena akan kena pada giliran harga bagus.”
”Betul, pak, sudah saya lakukan, memang begitu!” kata pak Haji Jumadi. Kami pamit dengan sarat bawaan Jagung, buncis dan Lobak sebagai oleh-oleh dari beberapa petani
"Trims, pak Haji . . . . !”
Dan kepuasan seperti inilah jika kami berkunjung di lapangan. Cape berkeringat, tapi meriah dan seneng. Pak tani pun gembira.***

Rabu, Desember 24, 2008

SAATNYA ANDA KENAL PERTANIAN ORGANIK

PERTANIAN modern berbasis organik pada akhir-akhir ini ramai dibicarakan pakar dan petani dunia. Disadari, bahwa pertanian modern dalam dua dekade terahir perlu dibenahi dengan tidak lepas memperhatikan kelestarian alam. Penggunaan pestisida yang berlebihan, pupuk kimia, alat dan mesin modern disinyalir penyebab timbulnya degradasi alam sekitar.

Namun pertanian tradisional pun menyumbangkan kerusakan terhadap mutu lingkungan. Kegiatan pertanian tradisonal ini bermula menebang hutan, membakar, setelah dua kali budidaya-tanam, lokasi ditinggalkan. Begitu seterusnya. Maka kita jumpai terjadinya penurunan mutu alam, seperti mudahnya kebakaran hutan, banjir, erosi, longsor dan kekeringan. Peladangan berpindah ini menurut data FAO masih dilakukan oleh 1,4 milyard orang yang tersebar di Asia, Aprika dan Amerika latin.

Tulisan ini hanya bermaksud memberikan pencerahan kepada produsen dan konsumen. Sebab di satu sisi, mungkin petani produsen akan merasa terpojok, karena diinfokan, bahwa produknya berbahaya bagi kesehatan. Namun disisi lain, konsumen pun perlu diberikan informasi yg benar. Mereka harus tahu, bagaimana sih memilih produk atau ‘mengamankan’ produk yg akan dikonsumsinya? Jadi penulis ingin memberikan perimbangan yg wajar, sehingga petani sebagai produsen menghasilkan produk dan bisa tetap laku, namun pembeli (konsumen) bisa tahu cara ‘menjinakan’ atau mengamankan sayuran atau buah bagi kesehatannya. Dengan demikian, konsumen punya ‘hak’ mengetahui dan tahu solusi, namun para petani (produsen) tetap eksis memproduksi komoditasnya tanpa kendala pemasaran.

Mari kita kembali ke topik Pertanian Organik.

Pada pertanian modern dijumpai penyimpangan aplikasi pupuk kimia yang berlebihan, aplikasi pestisida yang tak bijaksana, penggunaan alat-panen dan prosesing produk, sehingga terjadinya degradasi, berupa marjinalisasi tanah, resurgensi hama, serta hilangnya kwantitas dan kualitas/nutrisi produk.

Dampak buruk penggunaan pestisida berlebihan kita temui di centra produksi sayuran semusim. Merajalelanya hama, akibat tidak dilakukannya rotasi tanaman, menyebabkan keputusan petani cenderung kepada pemakaian pestisida. Bisa dibayangkan jika produk tersebut dikonsumsi dalam kondisi bahan aktif pestisida masih melekat.

Pengamatan penulis 2002, ketika meneliti dampak penggunaan pestisida yg bersifat kontak, bahwa hasil laboratorium mengatakan, residu pestisida hanya dapat hilang jika dicuci dengan larutan-air deterjen. Dengan larutan ini sayuran sawi dan buah bisa netral dan aman dikonsumsi.

Mengapa demikian? Ternyata, petani kita berlebihan dalam aplikasi pestisida, baik dosis dan waktu atau interval penyemprotan. Bisa dibayangkan, baru aplikasi dua-tiga hari, sudah dijual ke pasaran! Nah, residu insektisida ini masih menempel pada sayuran ketika dipanen. Akibatnya, saat dikonsumsi ikut termakan, menempel pada kulit dan terhirup melalui pernapasan manusia.

Keracunan insektisida ini bisa akut dan kronik. Keracunan akut yaitu yang mengakibatkan kesakitan atau kematian akibat terkena dosis tunggal insektisida. Sedangkan keracunan kronik karena penderita terkena racun dalam jangka waktu panjang dengan durasi yang sangat rendah. Gejala keracunan baru terlihat beberapa hari, bulan, bahkan beberapa tahun setelah penderita terkena racun. Maka disinyalir kuat, bahwa kita saat ini berada pada periode chemicalization. Sekarang ini kita diintai dengan berbagai macam bahan kimia. Bahkan gaya hidup modern membuat kita terus menerus menghadapi polusi, bahan kimia, tress dan pola makan yang tidak sehat. Akibatnya seiring dgn waktu berbagai macam gangguan kesehatan tubuh pun bermunculan.

Dalam berbagai info dan jurnal berhasil penulis telusuri, bahwa bahaya akibat pestisida yang termakan dan terakumulasi dalam tubuh, berakibat timbulnya antara lain: 1). Karsinogenik, yaitu pembentukan jaringan kanker, oleh karena itu orang yang mengkonsumsi banyak sayuran tidak menjamin bebas dari kanker. 2) Mutagenik, yaitu kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang. Oleh karena itu tidak heran dewasa ini meningkatnya peyakit down syndrome dan autisme.3) Teratogenik yaitu kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan, dewasa ini banyak anak yang lahir bibir sumbing, tuna rungu dan lainnya.

Namun contoh bagus ditunjukan petani di Subang, Jabar, dalam mengendalikan hama padi dengan pestisida alami buatan sendiri. Juga petani di Pontianak Utara dan baru-baru ini di Roban kota Singkawang, dimana dalam pengendalian hama sayuran menggunakan “racun hama” buatan sendiri. Mereka meramu pestisida alami dengan bahan-bahan sekitar pemukimannya. Misalnya untuk memberantas ulat Plutella Maskulipenis SP diraciknya: buah mengkudu matang, daun nangka, tembakau dan sedikit sabun dihancurkan dan dilarutkan dengan air secukupnya.

Kemudian setelah disaring semprotkan pada sawi, bayam dan kangkung. Selain itu penggunaan pupuk kimia dibatasi, sebaliknya penggunaan abu-bakar dan pupuk kandang sapi, ayam, kambing, kerbau, dll, diperbanyak. Jadilah sayuran yang dihasilkannya disebut “sayuran organik”. Produk seperti ini dicari konsumen dan sedang ngetren di pasar tradisional, bahkan Mall-Mall di Pontianak.

Filosopi pertanian organik itu sendiri adalah memberikan “makan tanah”, agar tanah dapat memberikan “makan tanaman”, selanjutnya dari tanaman menghasilkan produk yang dapat dimamfaatkan manusia. Pertanian organik sendiri adalah upaya memberi kebugaran kepada tanah dan tanaman dengan jalan pengembaliaan bio-masa, kompos, pupuk hijau, pupuk kandang serta mengendalikan hama penyakit dengan prinsip pengendalian hama-penyakit secara terpadu.

Pakar lainnya mendefinisikan, bahwa Pertanian Organik adalah sistim produksi yang menghindari atau sangat membatasi penggunaan pupuk kimia, pestisida, zat pengatur tumbuh dan aditif pakan.

Sambutan masyarakat terhadap pertanian Organik tidak terlepas dari kecenderungan masyarakat yang mulai sadar terhadap kebutuhan nutrisi yang ramah lingkungan. Menurut Hamm tahun 2000, tingginya permintaan produk pertanian organik antara lain adalah: (1) Menguatnya kesadaran lingkungan dan gaya hidup alami dari masyarakat, (2) Dukungan kebijakan pemerintah dan LSM, (3) Dukungan Industri pengolahan pangan, (4) Dukungan pasar konvensional, (5) Adanya harga premium di tingkat konsumen (6) Adanya label generik, dan (7) Adanya kampanye nasional PO (Pertanian Organik) secara gencar.

Upaya tersebut belum mampu menjawab permintaan masyarakat dunia yang sadar akan pentingnya mengkonsumsi produk organik. Sebagai ilustrasi, bahwa pertumbuhan permintaan produk Pertanian Organik di dunia mencapai 20% setiap tahunnya. Namun pangsa pasar hanya sanggup memenuhi 2 % saja. Di Eropa penambahan luas areal pertanian organic 2-7 %, di Australia 10 % setiap athunnya, namun tetap saja belum mampu memenuhi permintaan konsumen (Jolly, 2000). Inilah yang kemudian memacu permintaan produk Pertanian Organik dari Negara-negara berkembang.

Kesadaran petani saat ini mulai muncul untuk menerapkan Pertanian Organik, namun masih terbatas pada lingkungan tertentu. Hal ini dikarenakan sulit menyampaikan informasi pertanian organik kepada petani lain, dan sulitnya memasarkan produk PO. Ada juga yang takut menerapkan Pertanian Organik, karena hasilnya tak bisa dipasarkan. Image lain, karena produk Pertanian Organik merupakan produk yang tak umum. Juga posisi petani lebih sulit daripada pedagang, karena tak punya posisi tawar yang kuat.

Banyaknya kendala penerapan Pertanian Organik di Negara Berkembang, termasuk Indonesia, dikarenakan persepsi, sistim pemasaran dan culture petani tersebut diatas.Juga adanya kendala yang ditelaah lebih jauh, yang berakar dari kesangsian mengenai kemampuan Pertanian Organik sendiri dalam memecahkan persoalan pemenuhan pangan dan keberlanjutan kehidupan. Alasannya karena produktifitas Pertanian Organik lebih rendah, sehingga tak dapat memenuhi kebutuhan pangan dengan cepat. Alasan lain beranggapan bahwa Pertanian Organik adalah pertanian masa lalu yang tak produktif, dan di tingkat tertentu berkesan anti teknologi.

Bagaimana pun PO harus menjadi perhatian petani sebagai produsen dan sekaligus konsumen, sebab berbagai penelitian mengarah kepada anjuran agar kita bersikap bijaksana dalam mengelola lingkungan dan tanggung jawab kita terhadap kesehatan masyarakat.

Sebagai informasi di Singkawang pernah dilakukan uji colinestrase terhadap darah petani, yg dilakukan Dinas Kesehatan kota Singkawang 2006, 2007 dan 2008 menunjukan, bahwa petani sayuran di kelurahan Sijangkung, Sedau dan Roban sudah terkontaminsi pestisida dari mulai yang ringan sampai berat. Nah, bagaimana masyarakat yg tak tahu menahu sebagai pembeli, juga mengkonsumsi produk tersebut?

Dari pengujian yang dilakukan 2002 oleh mahasiswa Unitomo Surabaya dan Penulis terhadap cara dan bahan membasuh (mencuci) yg effektif terhadap sayuran sawi, didapat kesimpulan, bahwa sawi akan aman sebagai lalapan atau sebagai sayuran, jika telah dibasuh menggunakan larutan deterjen kemudian dibilas dengan air bersih.

Sebelumnya percobaan membasuh dilakukan dengan berbagai air, tetap tak effektif, dimana residu atau BA (bahan aktif) pestisida masih dalam batas berbahaya. Air-air dimaksud adalah air tanah, air hujan, air mengalir dan air ledeng (PDAM).

Hasil penelitian diketahui setelah dilakukan uji laboratorium. Ternyata cara jitu didapat jika dilakukan pencucian dengan larutan deterjen, lalu lakukan dan 2 atau 3 kali pembilasan. Dengan methode itu, sawi dan sayuran lain aman dikonsumsi. Dengan telah diketahui methode ini, maka konsumen “jangan takut lagi!”

Untuk tahap pertama penerapan PO di Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat, tapi pada mulanya di Negara maju pun berjalan merangkak. Hal ini perlu dimotori oleh LSM, pecinta lingkungan hidup, atau good-will dari Departemen Pertanian sendiri serta pemda setempat.

Dengan demikian menjadi lebih jelas, bahwa pengembangan pertanian organik bukan sekedar bagaimana petani menjadi lebih sejahtera atau lingkungan menjadi sehat, tetapi juga soal demokrasi ekonomi, soal merubah paradigma, soal pembebasan manusia dari bombardir bahan kimia yang mengelilinginya.*

MU LIHAT YA TERSERAH ANDA

MU LIHAT YA TERSERAH ANDA
Jika Anda Mengklik Akan Dibawa Ke Web ini