Senin, Desember 22, 2008

JAGUNG “SINGKAWANG” ALA GORONTALO


“SIAPA bilang tanaman jagung di Singkawang tak bagus?” cetusan ini terlontar dari mulut pak Puji, Yatno dan Slamet sebulan lalu ketika jagungnya berumur 63 hari. Mereka bangga karena kondisi jagungnya yang subur, dengan tinggi tanaman lebih 2 meter. Penuturan mereka menyimpulkan bahwa kelompok tani ”Sarilada” yang dimotorinya mampu mensukseskan komoditas jagung sebagai salah satu tanaman andalan di Singkawang.
Lokasi penanaman jagung poktan Sarilada ada dibilangan Kelurahan Roban, tepatnya di Lekok. Dulu waktu booming komoditas lada, disitulah warga Singkawang rame-rame bertanam lada. Karena hancur oleh penyakit Kuning, maka lada jadi tiada. Lalu, lahan dibiarkan kosong belasan tahun. Kini mulai dilirik lagi.
Tanaman jagung pak Puji sendiri seluas 2 hektar boleh dikata cukup berhasil. Menurut perhitungannya waktu panen mencapai 6,1 ton perhektar pipilan kering. Harga jual Rp. 1.500/kg, sedangkan biaya produksi dan upah-upah mencapai Rp. 3,95 juta perhektar.
”Ya, lumayan juga meskipun belum puas dengan hasil ini. Sebab ketika mau panen, kira-kira 20 hari lagi, tanaman jagung kami rebah diterpa angin kencang. Jadi pengisian butiran kurang penuh. Kalau tak rebah atau tumbang mungkin bisa mencapai 7 atau 8 ton satu hektar.” katanya optimis dan masih ingin mengulang tanam lagi.
”Hanya tentang harga, pak Yanto, jagung nih masih ada masalah . . . . ” katanya tersenyum lirih kepada kami dari BPP Singkawang. ”Oya,” jawab kami tersenyum sambil terangguk-angguk. ”Kami lagi berjuang, pak Puji, untuk menggolkan agar ada HPP regional atau lokal untuk harga jagung dan padi ini.” kata kami sungguh-sungguh.
Memang petani jagung di Singkawang umumnya mengeluh tentang harga yang sering gonjang-ganjing. Mereka mengidamkan ada harga standard pembelian yang dipatok dan berlaku lokal oleh pemerintah. Dengan begitu setiap petani bisa berkalkulasi, dan HPP ini merupakan garansi dalam berinvestasi. Sebenarnya mereka juga investor, perlu diciptakan ’iklim’ berusaha.
”Kami akan jual jagung menunggu harga bagus,” kata Puji lagi, ”Sebab sebulan lalu mencapai Rp. 2.200 perkilogramnya. Jadi bisa saya simpan dulu, toh jagung bisa disimpan lama,” katanya. ”Yang penting juga perlu bantuan dryer, pak Yanto,” tambah pak Yatno di sebelahnya, ”Sebab kalau hujan terus tak bisa jemur, pak Yanto. Jagung kami bisa tumbuh dalam tongkol he he he .... !.”
Dengan telah adanya bukti kesuburan dan berhasilnya tanaman jagung, kini lahan di Lekok Roban mulai digarap lagi. Misalnya di blok lain, masih Lekok, ada sejumlah PNS garap seluas 10 hektar mau tanam jagung. Maka kalau sore-hari, banyak ’petani’ yang menyambangi dan menggarap lahan di Lekok-Roban.
Tanaman jagung pak Puji terbilang unik, terutama dari jarak tanamnya. Ia meniru ala Gorontalo, seperti yang pernah disuluhkan penulis. Menurut cara dan tehnis di Gorontalo jarak tanamnya 100 cm x 15 cm x 15 cm. Dengan kata lain: jarak antar barisan 100 cm ( 1 meter), kemudian dalam barisan ada tanaman 15 cm x 15 cm dan membentuk bujur sangkar. Singkatnya ada dua baris dengan jarak sama, yakni 15-15 (lihat Photo). Dengan begitu dalam satu hektar ada tanaman 70.000 sampai 85.000. Dengan cara seperti ini, di Gorontalo tepatnya di Randangan Kab Pahuwato menghasilkan 14.740 kg jagung pipilan berkadar air 17 %. Berarti setiap tongkol jagung bermuatan 200 gram pipilan kering. Cukup fantastis, bukan?
Tanaman jagung pak Puji utamanya dipupuk dengan bahan organik, yakni menggunakan kotoran sapi dan ayam. Dosis pupuk kotoran sapi (TS) sebanyak 130 karung dan ayam (TA) 20 karung perhektarnya. Sedangkan dosis pupuk kimianya cukup dengan pupuk urea 200 kg/ha, WSP-36 sebanyak 75 kg dan Kcl 50 Kg saja.
Aplikasi pemupukan dasar diberikan 3 hari sebelum tanam (dalam larikan), yaitu pupuk kandang seluruhnya, juga pupuk Urea 1/3 bagian, WSP-36 seluruhnya dan Kcl setengah bagian. Pemupukan susulan dilakukan pak Puji sambil membumbun tanaman, yaitu pada saat tanaman berumur 21 hari dengan 1/3 bagian Urea dan pupuk Kcl ½ bagian, serta pemupukan terahir dengan Urea 1/3 bagian ketika tanaman jagung berumur 42 hari setelah tanam.
Menurut pengamatan Puji, tanaman jagung yang dipupuk kotoran sapi, tektur daun dan batangnya cukup bagus. Daunnya hijau tua dan sehat, batang kokoh dan cukup besar. Selain itu menurutnya, tanaman jagung akan tumbuh baik bila pupuk organis (sapi/ayam) diberikan 3 hari sebelum tugal/tanam.
Memang ia membandingkan beberapa baris dengan perlakuan berbeda. Ada beberapa baris pemupukan organiknyanya melulu dengan TA (Kotoran Ayam). Ada tanaman yang pemupukannya dicampur TA dan TS. Juga ada pupuk kandang diberikan setelah tanaman tumbuh berumur 5 – 7 hari setelah tanam. Akhirnya Puji berkesimpulan, bahwa pemamfaatan pupuk kandang asal sapi harus dimulai dari sekarang. Karena memperbaiki struktur, tektur dan biologis dalam jangka panjang. Sedangkan TA bersifat instans.
”Sangat sayang kotoran sapi dibuang atau dibiarkan begitu saja, bahkan rugi kalau hanya untuk dibakar. Juga tanaman lebih press, bahkan sekarang orang suka produk organik,” katanya.
Hamparan jagung pak Puji dkk di Lekok-Roban memang berpencar, namun berkat penyuluhan yang intens dari para penyuluh pertanian, maka luasan areal terus bertambah. Karena sudah tahu, bahwa kebutuhan jagung bagi usaha peternakan ayam di Singkawang tak kurang 100 - 110 ton sehari. Sedangkan pada saat ini produksi petani Singkawang hanya mampu mensuply untuk 32 hari saja dalam setahunnya. Jadi selebihnya dipasok dari luar Singkawang. Bisa dibayangkan populasi ayam di Singkawang mencapai 3 juta ekor dalam setahun. Dan tak heran jika memerlukan jagung sebanyak itu, karena dalam komposisi pakan ayam, jagung bisa mencapai 52 %. Ini peluang usaha, karena Skw perlu banyak jagung. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MU LIHAT YA TERSERAH ANDA

MU LIHAT YA TERSERAH ANDA
Jika Anda Mengklik Akan Dibawa Ke Web ini